IDEOPOLITOR STRATAK HMI
Landasan Dasar
“ Yang takut kepada Allah adalah hamba-hamba-Nya yang berilmu pengetahuan”
(Q.S Al Faathir: 35)
“Jika
suatu hari lewat tanpa bertambahnya ilmuku yang mendekatkanku ke sisi
Allah, tidaklah ada berkah untukku dalam terbitnya matahari pada hari
itu”
(Hadits Riwayat Thabrani, Abu Na’im dan Ibnu Abdilbar)
“Orang yang buta politik maka ia akan dimakan oleh politik, orang yang buta ideology maka ia akan dimakan oleh ideology”
(Nasehat mengenai pentingnya “pengetahuan” ideology dan politik)
Pendahuluan
Diawali
dari pengetahuan manusia terhadap realitas, merupakan bukti bahwa
kecenderungan dalam mencari serta menemukan kebenaran sebagai media
dalam mencapai tujuan adalah fitrah manusia. Termasuk wilayah
pengetahuan yang akan bersama-sama kita kaji pada kesempatan kali ini;
ideologi, politik serta strategi dan taktik. Sebelum lebih jauh bahasan
yang akan kita kaji, saya akan menggaris bawahi satu pernyatan, pengetahuan
politik praktis berbeda dengan politik praktis. Yang akan kita kaji
adalah sebagai pengetahuan kita mengenai politik, bukan supaya kita tahu
serta akan mempraktekan politik praktis. Sebab HMI adalah organisasi
mahasiswa, bukan partai politik atau kelompok yang memiliki kepentingan
secara mutlak demi kekuasan.
Sebagai
media dalam mencapai tujuan, politik bukan lagi merupakan istilah yang
asing atau bahkan tabu bagi kalangan mahasiswa. Namun hal penting yang
harus difahami terkait dalam perjuangan politik adalah landasan gerak
(epistemology, pandangan dunia dan ideologi), manusianya (kader), serta
strategi dan taktik. Beberapa hal penting itulah yang akan kita bahas
pada kesempatan kali ini, sebagai pengetahuan, belum untuk dipraktekan,
terlebih semata-mata demi kekuasaan.
Saya
fikir kita semua pernah mendengar dan menyaksikan bagaimana setiap
individu maupun kelompok berusaha mencapai tujuan serta cita-cita
politiknya melalui perjuangan politik. Namun tidak sedikit kita temui
beberapa kecelakaan yang terjadi di dalamnya, baik dalam proses
perjuangan politik itu sendiri maupun hasil-hasil yang dicapai dari
perjuangan politik tersebut. Tentu saja terdapat beberapa alasan
mendasar mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pertanyannya adalah, apa
sajakah alasan mendasar itu? Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat kita
jawab secara langsung, sebab jawaban tersebut sebenarnya terdapat di
dalamnya. Bagaimana jika saya katakan bahwa alasan mendasar tersebut
tidak lain adalah syarat ideal dari perjuangan politik itu sendiri?
Bahwa perjuangan politik setidaknya memiliki beberapa kandungan
signifikan yang menjadi landasan bagi “gerakan” yang akan dilakukan,
yaitu;
1. Iman atau keyakinan yang teguh[1]
2. Ilmu yang cukup[2]
3. Ideologi yang jelas
4. Organisasi yang baik, rapi dan disiplin
5. Strategi dan taktik yang tepat, serta
6. Kemampuan teknis dan teknologis yang memadai.
beberapa
hal tersebut di atas yang akan bersama-sama kita fahami. Mengingat
pentingnya bekal bagi seorang kader HMI dalam melaksanakan perjuangan
politiknya kelak. Sebab proses dalam perkaderan serta perjuangan untuk
mewujudkan cita-cita profetik belumlah cukup hanya dilakukan dalam ruang
sempit HMI. Suatu saat nanti seorang kader HMI akan mengabdikan dirinya
setelah kepurnaan dia di HMI.
Pokok Kajian
A. Ideologi
Ideologi
adalah landasan gerak, dalam arti yang lebih luas ideologi dapat
dikatakan sebagai seperangkat nilai-nilai berdasarkan pandangan dunia
(pandangan hidup) untuk mengatur kehidupan Negara dalam segi-seginya dan
yang disusun dalam sebuah konstitusi berikut peraturan-peraturan dan
implementasinya.[3]
Pada
wilayah ideology, Tauhid jelas haruslah menjadi dasar utamanya
(sumber). Bagaimana pemahaman kader maupun manusia secara umum tentang
Tauhid menjadi dasar dari epistemologinya. Sehingga dengan pengetahuan
yang bersumber dari Tauhid tersebut akan dapat menghasilkan pandangan
dunia yang objektiv. Selanjutnya pandangan dunia atau cara memahami
realitas tersebut yang nantinya sebagai perangkat ideology. Jika lebih
disederhanakan lagi, ideologi sangatlah penting dalam perjuangan
politik, sebab ideology sebagai landasan setiap gerak yang akan
diaktualisasikan.
Saat
ini kita tahu bahwa terdapat banyak sekali ideology raksasa yang dengan
segala varianya juga memiliki orientasi dalam pencapaian tujuan
(liberalism, kapitalisme, sosialisme dll). Maka sebagai landasan gerak
yang universal dan baku Tauhid adalah rujukan atau sumber utama ideologi
yang jelas, permanent dan selalu relevan.[4]
B. Politik
Politik
secara sederhana dapat kita artikan sebagai suatu media untuk mencapai
maksud atau tujuan. Politik merupakan pengetahuan terapan, di mana
dengan pengetahuan politik maksud serta tujuan yang akan dicapai dapat
diperjuangkan melalui perjuangan politik dengan menggunakan ilmu
pengetahuan politik. Tentu saja di dalam politik tersebut masih
membutuhkan banyak pengetahuan terapan yang lain, yaitu strategi dan
taktik.
Di
dalam Islam, system politik terdiri atas tiga prinsip pokok, Tauhid,
Risalah dan Khilafah. Prinsip yang pertama termanifestasikan dalam
pembahasan kita yang pertama mengenai ideology. Begitu juga dengan
prinsip yang ke dua, selain termanifestasikan dalam ideology juga
termanifestasikan melalui aturan-aturan serta tuntunan-tuntunan yang
membatasi kekuasan seorang khilafah. Sedangkan sebagai khilafah,
setidaknya manusia memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
1. Pemilik dari bumi sepenuhnya adalah tetap Tuhan, bukan wakil-Nya yang bertugas mengelola.
2.
Pengelola itu akan mengelola milik Tuhan sesuai dengan
instruksi-instruksinya (pemahaman kita terhadap tauhid yang
termanifestasikan sebagai ideologi).
3. Pengelola milik Tuhan akan akan melaksanakan kekuasannya dalam batas-batas yang telah ditetapkan Tuhan atas dirinya.
4.
Dalam mengelola itu, ia akan melaksanakan melaksanakan kehendak Tuhan,
bukan kehendaknya sendiri (kemerdekaan individu, keharusan universal dan
tetap bertitik tolak dari Tauhid).[5]
Secara
singkat politik adalah untuk kekuasaan, sebab hanya dengan kekuasanlah
tujuan dapat terwujud. Namun dengan kekuasan yang telah didapatkan
nantinya, kekuasan tersebut tetap harus dijalankan berdasarkan atas
ideology yang sudah dipilihnya. Dalam kaitanya dengan ini, politik tidak
terlepas dari 4 hal; order(susunan/pembagian, perintah), virtue (kebajikan), freedom (kebebasan atau kemerdekaan) dan happiness/welfare (kebahagiaan dan kesejahteraan).[6]Kekuasaan
yang diperoleh melalui politik haruslah dapat mewujudkan empat hal
tersebut di atas, jika tidak maka kekuasaan yang ada bertentangan dengan
fithrah dan tujuan kekuasaan yang murni, tentu saja jalan yang dilalui
oleh perjuangan politik adalah tidak benar, sebab akibatnya pun tak
selaras dengan tujuan idealnya.
C. Strategi dan Taktik
“Ilmu
tanpa amal adalah dosa, demikian pula amal tanpa ilmu.” Pernyatan
tersebut adalah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, jika kita
kaitkan dengan perjuangan politik, maka politik adalah merupakan sebuah
amal, jika tidak disertai dengan ilmu maka akan sia-sia. Dalam sebuah
perjuangan politik, strategi dan taktik adalah ilmunya, selain landasan
tauhid sebagai dasar ideology dan juga pengetahuan mengenai ilmu politik
itu sendiri.
Strategi
adalah memanfaatkan pertempuran untuk mengakhiri peperangan, taktik
adalah penggunaan kekuatan untuk memenangkan suatu pertempuran.[7]Sedangkan
menurut Mao Tse Tung strategi adalah untuk menguasai suatu peperangan
secara keseluruhan, sedangkan taktik adalah untuk melakukan kampanye
(yang merupakan bagian dari peperangan).[8] Namun
yang perlu juga kita garis bawahi di sini adalah strategi dan taktik
dalam politik tidak dapat meliputi sampai tercapainya tujuan, sebab
strategi hanya meliputi jangka waktu tertentu. Dalam pandangan HMI,
seperti yang diungkapkan oleh Dahlan Ranuwiharjo[9] mewakili
pendidik politik di HMI, strategi adalah Bagaimana menggunakan
peristiwa-peristiwa politik dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai
rencana perjuangan, sedangkan taktik adalah bagaiman menentukan sikap
atau menggunakan kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu
pada saat tertentu.[10]
1. Hubungan Taktik dengan Strategi
Taktik merupakan bagian dari strategi. Maka dalam hal ini, taktik harus tunduk kepada strategi yang ada.
a. Jika semua taktik berhasil maka strateginya berhasil.
b. Jika Semua taktik gagal maka strateginya gagal.
c.
Jika salah satu taktik gagal, maka strategi masih bias berhasil dengan
syarat taktik yang lainnya berhasil, dan bersifat strategis.
d. Jika Sebagian taktik berhasil namun sebagian taktik strategis yang lain gagal, maka stratei ggal.
Taktik
strategis adalah taktik mengenai suatu kejadian politik, namun kejadian
itu menentukan bagi seluruh rencana strategis, dengan kata lain taktik
ini adalah taktik utama/prioritas.
Stratak
hanya boleh dipelajari oleh pejuang tulen yang telah memiliki kesadaran
nideologi dan organisasi serta sanggup berfikir politis realistis.
Seorang yang penakut, menghindari resiko dan lebih mengedepankan
kepentingan pribadi dari pada kepentingan perjuangan tidak usah
mempelajari strata, akan sia-sia, kasihan strataknya. Sebaliknya, orang
yang yang berkesadaran ideology serta organisasi haruslah mempelajari
strategi dan taktik, sehingga dia tidak akan sembrono dalam bergerak,
tidak anarkhis, tidak nyelonong saja serta tidak bertindak radikal
ekstrem yang ngawur dan nekad.[11]
2. Stratak dan Organisasi
Stratak
adalah cara menggunakan oranisasi organisasi untuk mencapai sasaran
perjuangan. Garis dari setiap strata harus disesuaikan dengan kondisi
organisasi, kesuksesan strata akan semakin memperkuat organisasi, begitu
juga sebaliknya. Semakin berkurang kekuatan organisasi, semakin tidak
mampu organisasi itu melaksankan stratak yang besar, semakin kecil
stratak yang dapat dilaksanakan oleh organisasi semakin jauh organisasi
tersebut dari tujuan perjuangan politiknya. Stratak tidak mampu berdiri
sendiri, melainkan dia hanya alat pelaksana bagi tujuan ideology.
3. Tugas Stratak
Menciptakan,
memelihara, dan menambah syarat-syarat yang akan membawa kepada tujuan
(machts-vorming dan machts-aanwending)adalah tugas stratak. Dengan kata
lain, tugas stratak adalah untuk mempertahankan dan menambah
kekuatan serta posisi sendiri, di samping itu juga untuk menghancurkan
dan mengurangi kekuatan serta posisi lawan.
4. Dasar-dasar Menyusun Strategi
a.
Menetapkan sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi dalam jangka
waktu tertentu. Sasaran disesuaikan dengan kemampuan oranisasi.
b.
Jangka waktu ditentukan sebagai jangka waktu sekarang (jangka pendek)
dan jangka waktu beberapa tahun ke depan (jangka panjang).
c. Harus terdapat rencana atau strategi alternative.
d. Harus dapat menambah kekuatan serta memperkuat posisi.
e.
Harus mampu membentuk opini public (subyektifitas menjadi objektifitas,
sebab mendapatkan dukungan dan sokongan dari kesepakatan wacana
public).
5. Dasar-dasar Membentuk Taktik[12]
Dikarenakan
taktik merupakan bagian dari strategi maka dasar bagi strategi berlaku
juga untuk taktik. Namun masih terdapat beberapa dasar yang berlaku
untuk taktik,
a. Fleksibilitas, sikap dan langkah dapat berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi.
b.
Orientatif, evaluative dan estimative, perjuangan politik tidak mampu
melihat hasil atau keberhasilan yang dicapai nanti, sebab hal tersebut
belum terjadi. Namun dengan menentukan langkah, mengira-ngira
(mengorientasikan) serta mengevaluasi keadaan dan kemungkinan yang akan
terjadi, disertai dengan memperhitungkan beberapa hal maka kita akan
dapat melihat bayangan aka nada dan tidaknya kesempatan untuk berhasil.
c. Kerahasian, strategi harus dirahasiakan, biarlah lawan meraba apa langkah perjuangan yang akan kita lalui.
d. Gerak tipu/mengelabuhi.
e. Lima S; Sasaran, Sarana, Sandaran, Sistem, Saat.
f.
Perpaduan antara Kondisi Objektif dan Kondisi Objektif, kondisi
subjektif mematangkan kondisi objektif, begitu juga sebaliknya. Antara
kedua kondisi ini memiliki hubungan timbale balik yang saling
mempengaruhi.
6. Hukum-hukum Stratak
a. Kwantitas.
b. Perpaduan antara kwalitas dan kwantitas.
c. Posisi.
d. Cadangan.
e. Kawan, Sekutu dan Lawan.
f. Divide et impera.
g. Menyerang adalah pertahan yang terbaik.
h. Membenarkan segala cara, selama tidak bertentangn dengan ideology dan membawa akibat yang dapat merugikan diri sendiri.
7. Pedoman Mencapai Hasil
a. Mencegah mudhorat lebih diutamakan dari menarik manfaat.
b. Apa yang dapat diselesaikan hari ini, selesaikan, jangan menunda.
c. Tidak ada rotan, akarpun jadi.
d. Hasil dalam perjuangan terletak pada hasilnya sendiri, tidak ada satupun yang berhasil daripada keberhasilan.
D. Pejuang Paripurna
Setiap
manusia dilahirkan sebagai pemimpin di muka bumi ini, utamanya adalah
sebagai wakil Tuhan. Sebagai pemimpin dan juga wakil Tuhan seharusnya
manusia dalam menjalankan segala gerak dan langkah perjuangannya
dilandasi dari ke-Tauhid-an. Setiap pemimpin haruslah memahami, meresapi
dan menghayati enam syarat perjuangan politik yang telah disebutkan di
atas, selain juga harus mampu menanganinya.
Pejuang
paripurna haruslah selesai pada wilayah Iman dan ilmu, setidaknya
memiliki kapasitas pada dua wilayah tersebut, sehingga dalam
pengamalannya tidak lagi keliru. Keparipurnaannya didasarkan pada
bagaimana ia mampu untuk berfikir, berjuang dan bekerja secara maksimal.
Pola berfikir dan bertindak seperti itu akan semakin mendekatkan
organisasi kepada tujuan perejuangannya.
Dalam setiap perjuangan politiknya, pejuang paripurna haruslah memiliki beberapa landasan dan nilai-nilai dasar sebagai berikut;
1. Landasan dari nilai-nilai dasar,
a. Tauhid.
b. Risalah.
c. Kekhalifahan.
2. Nilai-nilai dasar,
a. Persamaan derajat manusia.
b. Musyawarah.
c. Hak-hak demokrasi.
d. Keadilan.
e. Kepentingan umum.
f. Mencegah kedholiman tas manusia.
g. Hak atas hidup
h. Hak bagi si miskin.
i. Hak antara pemimpin dan yang dipimpin.hak minoritas.
Dengan
beberapa hal tersebut di atas, maka hasil dari perjuangan polotik akan
dapat memberikan manfaat yang besar serta tidak sia-sia,[13] akan mampu menciptakan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
__________
Literatur
Al Qur’an dan Hadits
A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000
H. Munawir Sjadzali, M.A, Islam dan Tata Negara, Jakarta, UIP, 1993
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005
Kitab Jawa Kuno; Serat Wedhatama
Kitab Jawa Kuno Serat Wotgaleh
Sun Tzu Wu, The Art of War, Singapura, 1985
[1] Penjelasan mengenai ini dapat ditemukan di dalam Al Qur’an, Hadits serta literature-literatur dalam Filsafat Islam.
[2] Penjelasan mengenai ini dapat ditemukan di dalam Al Qur’an, Hadits serta literature-literatur dalam Filsafat Islam.
[3] A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000, hlm. 105
[4] Al Qur’an dan Hadits
[5] A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000, hlm. 17
[6] Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005
[7] Clausevitz.
[8] Mao Tse Tung. (1963).
[9] Mantan
Ketua Umum PB HMI Periode 1951-1953, Ketua Dewan Pembimbing dan
Penasehat PB HMI tahun 1964-1966, Ketua Umum Koordinasi Nasional KAHMI
tahun 1977-1980,
[10] A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000, hlm 87
[11] Nasehat dari para Pujanga Jawa intisari Kitab Jawa Kuno; Serat Wedhatamadan Serat Wotgaleh
[12] Sun Tzu Wu, The Art of War, Singapura, 1985
[13] A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000, hlm 37
0 komentar:
Posting Komentar