Mahbub Junaidi Sang Ketum PMII dengan Senjata Pena-nya
Mahbub Junaidi namanya “Pendekar Pena” panggilannya. Sosok kelahiran 27
juli 1939 ini begitu gemar menulis, bahkan ia pernah bersatement “Saya
akan menulis dan terus menulis hingga saya tak mampu lagi menulis”.
Tokoh kelahiran jakarta ini memulai karier menulisnya ketiaka Ia duduk
di bangku Sekolah, sebagai Redaktur majalah Sekolah.
Ia adalah anak pertama dari 13 Saudara kandungnya, mengenyam pendidikan
SD di Solo. Keluarganya harus mengungsi di SOLO karena kondisi yang
belum aman pada saat awal kemerdekaan. Pemahaman Ke-Islamannya nya Ia
tempuh di madrasah Mabaul Ulum. Di pesantrenlah Mahbub diperkenalkan
tulisan-tulisan Mark Twain, Karl May, Sutan Takdir Alisjahbana, dan
lain-lain. “Masa-masa itulah yang sangat mempengaruhi perkembangan
hidup saya,” cerita Mahbub. Ayahandanya H. Djunaidi adalah tokoh NU
dan pernah jadi anggota DPR hasil Pemilu 1955.
Saat Belanda menduduki Solo, Mahbub Junaidi muda dan keluarganya
kembali ke Jakarta, 1948. kemudian ia menjadi siswa SMA Budi
Utomo,Sejak itulah ia menulis sajak, cerpen, dan esei.
Tulisan-tulisannya banyak dimuat majalah Siasat, Mimbar Indonesia,
Kisah, Roman dan Star Weekly. Melanjutkan perjuangan ayahandanya ia
juga menjadi anggota Ikatan Pelajar NU (IPNU). Kuliahnya di UI terhenti
hanya sampai tingkat II. Kegiatannya dalam organisasi mengantarkan
Mahbub ke jabatan pemimpin harian Duta Masyarakat (1958), dan Ketua Umum
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1965, kemudian Ketua Dewan
Kehormatan PWI, sejak 1979. Terakhir, di samping sebagai Wakil Ketua PB
NU, ia juga duduk di DPP PPP.
Sebagai kolumnis, tulisan Ketua Umum PB PMII Tiga Periode Ini kerap
dimuat harian Kompas, Sinar Harapan, Pikiran Rakyat, Pelita, dan TEMPO.
Kritik sosial yang tajam tanpa kehilangan humor adalah ciri khas
tulisan Sang Pendekar Pena ini. Akibat tulisannya yang tajam, Ia pernah
ditahan selama satu tahun di tahun 1978. jeruji besi dan gelapnya
penjara tak menghambat nalar menulisnya di dalam penjara ia
menerjemahkan Road to Ramadhan, karya Heikal, dan menulis sebuah novel
Maka Lakulah Sebuah Hotel. Jaya, 1975.
Sosok yang memimpin PMII sejak tahun 19960-1967 ini mengagumi pengarang
Rusia Anton Chekov dan Nikolai Gogol. Sedang Penulis Dalam Negri yang
Ia kagumi adalah Buya Hamka dan Pramudya Ananta Toer. Meski sering
berkunjung ke luar negeri, pengalaman yang menarik baginya adalah , ”
bergaul dan berdiskusi dengan Bung Karno,Sang Revolusioner RI,” Ujar
ayah tujuh anak, yang sudah dua kali naik haji ini. Baginya tanpa
Soekarno, Indonesia tak mungkin bersatu di era Revolusi 1945.
Profil Singkat Beliau: Ketua Umum PP.PMII tiga periode, yaitu periode
1960–1961, hasil Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin pada saat PMII pertama
kali didirikan di Surabaya Jawa Timur. Periode 1961-1963, Hasil Kongres
I PMII di Tawangmangu Jawa Barat. Dan Periode 1963-1967, hasil Kongres
PMII II di Kaliurang Yogjakarta. Pada masa kepemimpinan sahabat Mahbub
Junaidi inilah PMII secara politis menjadi sangat populer di dunia
kemahasiswaan dan kepemudaan, sampai pada periode pertama sahabat
Zamroni. Pernah menjabat sebagai Ketua Umum PWI pusat dan pimpinan
Redaksi harian Duta Masyarakat (1965–1967), ketua dewan kehormatan PWI
(1979 – 1983), anggota DPR GR (1967-1971), Wakil Ketua PB NU
(1984-1989), Wakil sekjen DPP PPP, Anggota DPR/MPR RI (1971-1982),
Pencetus “Khittah Plus” , Ketua Majlis Pendidikan Soekarno dan anggota
mustasyar PB NU (1989-1994).
0 komentar:
Posting Komentar